Selasa, 16 Oktober 2012

Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.


Teori belajar kognitif ini memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor pertama dan utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan peserta didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauh mana fungsi kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal melalui sentuhan proses pendidikan.

Peranan guru menurut teori belajar kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi yang ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas.

Pengetahuan tentang kognitif peserta didik perlu dikaji secara mendalam oleh para calon guru dan para guru demi untuk menyukseskan proses pembelajaran di kelas. Tanpa pengetahuan tentang kognitif peserta didik guru akan mengalami kesulitan dalam membelajarkan peserta didik di kelas yang pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di kelas melalui proses belajar mengajar antara guru dengan peserta didik.

Dalam penerapan teori belajar kognitif, kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar amat diperhitungkan agar aktivitas belajar menjadi lebih bermakna bagi siswa. Prinsip-prinsip belajar yang dianut adalah berikut ini:
1.    Siswa mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu sampai mencapai kematangan kognitif seperti orang dewasa.
2.    Pembelajaran perlu dirancang agar sesuai dengan perkembangan kognitif siswa.
3.    Agar proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi, siswa perlu dilibatkan secara aktif dalam belajar.
4.    Pengalaman atau informasi baru perlu dikaitkan dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa untuk menarik minat dan meningkatkan retensi.
5.    Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar menghafal.
6.    Perbedaan individual antarsiswa perlu diperhatikan dalam rangka mencapai keberhasilan belajar.

Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kognitif
1.    Piaget
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Menurut Piaget aspek perkembangan kognitif meliputi empat tahap, yaitu:
(1) Sensory-motor (sensori-motor 0 sampai  < 2 tahun)
Selama perkembangan dalam periode ini berlangsung sejak anak lahir sampai usia 2 tahun, intelegensi yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka. Meskipun primitif dan terkesan tidak penting, intelegensi sensori-motor sesungguhnya merupakan intelegensi dasar yang amat berarti karena ia menjadi pondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang akan dimiliki anak tersebut kelak.
(2) Pre operational (praoperasional 2 sampai < 7 tahun)
Perkembangan ini bermula pada saat anak berumur 2-7 tahun dan telah  memiliki penguasaan sempurna mengenai objek permanence, artinya anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat dan tak didengar lagi. Jadi, padangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dari pandangan pada periode sensori-motor, yakni tidak lagi bergantung pada pengamatan belaka.
(3) Concrete operational (konkret-operasional 7 sampai < 11 tahun)
Dalam periode konkret operasional ini belangsung hingga usia menjelang remaja, kemudian anak mulai memperoleh tamnbahan kemampuan yang disebut sistem of operations (satuan langkah berfikir). Kemampuan ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemmikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu dalam sistem pemikirannya sendiri.
(4) Formal operational (formal-operasional 11 sampai < 15 tahun)
Dalam perkembngan formal operasional, anak yang sudah menjelang atau sudah menginjak masa remaja, yakni usia 11-15 tahun, akan daapat mengatasi masalah keterbatasan pemikiran. Dalam pperkembangan kognitif akhir ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni: a. kapasitas menggunakan hipotesis, b. kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak
Menurut Jean Piaget, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
a.    Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif  yang sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian (sebagai  informasi baru) itu yang disebut asimilasi.
b.    Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.
c.    Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia luar”.
2.    Ausubel
David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipebelajar, yaitu :  
1)   belajar dengan penemuan yang bermakna,
2)   belajar dengan ceramah yang bermakna,
3)   belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, dan
4)   belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.
Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang telah dimilikinya.
3.    Bruner
Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:
1)   tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, 
2)   tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan
3)   evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu:  
1.    Tahap enaktif, artinya dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
2.    Tahap ikonik, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
3.    Tahap simbolik, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Tujuan pendidikan menurut teori belajar kognitif adalah :
·      Menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
·      Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
·      Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari
·      Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya.
·      Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1.    Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2.    Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3.    Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4.    Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5.    Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.